Kala sore itu

By

Kala itu masih sore. Geya memandangi langit yang memerah sembari menyeruput kopi hitam manisnya. Hembusan pelan angin menyibakkan rambut tipis yang kebetulan menjuntai di keningnya. Senyuman tipis mengembang dan ia teringat angin yang tidak pernah absen menenangkannya. Geya tahu dia tidak sendiri ketika itu. Angin selalu menjadi jawaban akan keresahannya. Setelah sekian jam berada di balik meja untuk menyelesaikan target-target pekerjaannya, ia selalu dipertemukan angin setelahnya hanya untuk diingatkan kembali bahwa dia baik-baik saja. Kesendirian yang dirasakannya adalah fana dan Geya tidak pernah sehari pun terlewat untuk diingatkan.

Masih pada sore yang sama di tempat yang berbeda nun jauh dari ibu kota lama, Dhira duduk di bangku kerjanya seraya memandangi jalanan kompleks yang lengang. Semburat matahari terbersit di balik atap rumah yang berada di ujung yang berseberangan dengan rumahnya. Pintu dan jendela yang terbuka sedari siang mempersilakan angin untuk bermain semaunya, menerbangkan beberapa kertas sketsa yang berserakan di meja. Gambar-gambar di kertas sudah selesai, bahkan desain yang diinginkan klien sudah ketuk palu sehingga tinggal pelaksanaan pembangunannya di lapangan. Dhira menyandarkan punggungnya yang sudah mulai pegal karena duduk terlalu lama. Diperhatikannya gambar-gambar yang berserakan itu, lalu dia tersenyum. Dipandanginya lagi langit sore sambil menggambarkan keinginan dan harapannya dalam keseharian yang dijalaninya. Dhira tidak bisa lagi membayangkan dirinya berjalan sendirian setelah sekian puluh tahun dia merasakannya. Kali ini, dia menemukan arti dari kebersamaan meski dalam jarak.

Dari sudut matanya, Geya menangkap satu titik bintang yang entah mengapa sudah terlihat kala langit belum juga gelap. Karena kerlipannya, Geya seakan tersihir untuk terus memandanginya. Seolah-olah, ada yang perlu diketahuinya dari sana. Kelap-kelipnya terus terlihat seakan-akan sedang memainkan suatu irama. Sambil memandanginya, muncul kata dan kata yang tersusun menjadi kalimat yang terus terangkai menjadi bait yang disadarinya merupakan sebuah lagu yang diciptakannya untuk sang terkasih.

You came into my life
You came into my life
The answer of my prayer
has been answered, has been answered

Semburat jingga yang sedari tadi ada semakin pudar. Sebentar lagi, rembulan menduduki singgasananya. Masih dengan kekaguman akan keindahan senja, terdengar sayup-sayup di sudut gendang telinganya sebuah lagu yang lama tak didengarnya. Yang pernah dirasakannya dulu ketika memandanginya dari jauh kembali menyelubungi hatinya. Butterfly in my stomach, batinnya. Dia tak mengelak; rasa itu nyata. Senyumannya melebar, kemudian diliriknya ponsel yang ada di samping komputernya.

Langit gelap pada malam itu semacam kanvas dengan titik-titik terang di sana-sini. Di satu sudut balkon dan di pojok teras rumah, Geya dan Dhira bertukar cerita. Hari itu cerita mereka adalah kisah hari ini dengan tak lupa sesekali melirik langit malam yang seakan melukiskan perasaan mereka: bahagia.

***