Perkenalan: Kyati dan Agra

By

Hai. Aku Kyati Darsana–seorang pekerja lepas. Aku bukan bekerja serabutan–kalau kalian terpikirkan akan hal itu. Karyaku yang berupa tulisan, entah fiksi, feature, atau artikel ilmiah mungkin pernah tertangkap olehmu. Ya, aku bisa disebut penulis. Baru-baru ini, melakukan perjalanan seorang diri ke tempat-tempat yang tidak benar-benar aku rencanakan. Setidaknya, aku sudah ada tempat bermalam dan selanjutnya biarkan semesta yang mengaturnya. Pada suatu sore di pinggiran kota besar, aku mampir di sebuah warnet–yang entah mengapa masih ada ketika hampir setiap orang memiliki gawai di tangan masing-masing. Tak tahu juga alasanku mampir ke sana. Mungkin karena ingin bernostalgia. Di warung internet itu, aku berselancar untuk membaca hal-hal ringan, seperti blog tentang perjalanan, fan fiction, atau tumblr. Setelah satu jam baca-baca dan sedikit menelaah isi bacaan itu, tibalah aku di sebuah blog yang kuduga ditulis oleh seorang loner atau penyendiri. Tulisannya berjudul “Diam dalam Rasa”. Ketika membaca judul ini, getir itu hadir tanpa salam.

*

Salam. Aku Agra Ardiman. Panggil saja aku Agra. Kalau teman-teman kecilku, ada yang memanggilku Diman. Lucu juga kalau ingat mereka. Cerita tentang mereka tidak pernah habis kalau kamu memintaku menceritakannya. Dulu, kami hidup di desa. Hidup sederhana yang kami jalani masih kami terapkan saat ini meskipun kami masing-masing sudah tinggal di kota besar dan menjalani profesi yang bisa dikatakan terpandang. Kebiasaan hidup sederhana bagiku menghantarkan pada kedamaian. Bagi orang mungkin sepele, ya. Namun, dampaknya besar bagiku. Kesederhanaan ini juga yang aku terapkan dalam desain-desainku. Aku tidak mau mangkak tentu saja. Faktanya, bangunan–entah rumah atau gedung–yang berangkat dari desainku cenderung “menenangkan” atau “menyenangkan” bagi yang berada di sana. Prinsipku hanya satu, yaitu kesederhanaan diikuti kebahagiaan. Sudah lebih dari 10 tahun, aku menggeluti profesiku, yaitu arsitek, dan berusaha mengedepankan aspek fungsional yang tetap membumi. Aku berusaha menjaga “kesederhanaan” dalam karyaku. Namun, apalah daya ketika suatu kali permintaan klien baruku terlalu sulit karena bagiku yang diminta terlalu “ramai”. Rasanya seperti ‘tenang dalam diam, tetapi ramai.” Entahlah. Hal ini mengingatkanku pada satu tulisan yang pernah kubaca dulu sekali: “Diam dalam Rasa”

*

Catatan penulis
Kyati dan Agra merupakan tokoh baru untuk tulisan-tulisan fiksi selanjutnya. Entah hal apa yang akan terjadi dengan mereka dan di antara mereka. Entah bagaimana penulis dan arsitek dipersatukan. Jemari ini akan membawa Anda pada satu ruang terbuka untuk segala kemungkinan.